Jumat, 02 Januari 2009

Musik

Dulu sekali, saat HP masih langka, MP3 masih jarang, Internet belum ngetren,
Saat akses dengerin musik hanya bisa dinikmati lewat DELTA, Nuansa Musik (ini nama acara musik di RCTI kalo ga salah), MTV Asia (itupun bagi yang punya parabola, waktu itu kan belum ada MTV Indonsia), Radio, dan lewat kaset, mempunyai kaset adalah sebuah kebanggaan tersendiri.

Waktu itu memang saat-saatnya kejayaan kaset, tape dan walkman. Kaset adalah teknologi tercanggih untuk menggantikan piringan hitam yang sebesar wajan, begitu seingatku.

Beda banget dengan sekarang. Sekarang sudah begitu banyak dan mudah akses yang disajikan untuk mengakses musik. Lewat televisi, radio, HP, MP3, Internet, konser, dan lewat semua kanal yang mungkin dan yang akan segera mungkin. Semuanya hampir tersedia dan murah (hampir gratis) dengan kapasitas hampir tak terbatas.

***
Seingatku, dulu, saya tak mempunyai banyak koleksi album kaset. Gak lebih dari sepuluh buah. Terakhir membeli kaset adalah kaset Break The Circle-nya Stand kelas dua atau tiga STM : Itupun setelah memangkas uang jajan selama sebulan penuh. Koleksi album kaset lain yang sempat mampir (Sempat mampir karena memang sekarang ga jelas keberadaannya) ke rak kamarku adalah -sesuatu yang indah nya Padi, –parachutes-Cold Play, -mad season- Matchbox 20, –metheora- Linkin Park, dan best of the best –nya Green Day, hanya itu. Tak lebih.

Dulu, entah kenapa, saya memang lebih senang dengerin radio. Mungkin karena (selain murah, juga) kekuatannya dalam mempertahankan kesegaran sebuah musik sangat kuat. Denger musik di radio ga pernah bikin bosen. Radio selalu piawai dalam memberi keterkejutan saat menyajikan musik. Meski sering kali nggak dipahami oleh radio-radio, dan acara-acara musik yang menjamur saat ini, Tiap kali ada lagu yang jadi hits, langsung aja semua radio, semua acara, memutar lagu yang itu lagi itu lagi. Mereka nggak tahu bahwa mereka sebenarnya sedang mematikan lagu tersebut.

Musik.
Sepertinya hidup takkan pernah lengkap tanpanya. Kalau hidup itu bak film, maka ia menuntut lagu tema. Lagu untuk tiap adegan dan latar. Lagu untuk tiap peristiwa dan emosi. Lagu untuk pembuka dan penutup.
Musik, padanya menikmati, dan terkadang mengikat satu kenangan tertentu pada satu lagu spesifik. Atau sebaliknya ... mengkaitkan satu lagu spesifik pada satu kenangan tertentu? Musik yang tiap kali diputar akan selalu menyalakan kenangan-kenangan.

Ah, entahlah.
untuk seseorang yang piawai
dari yang buta musik.

0 komentar :